Selasa, 12 November 2013

QAWAIDUL FIQHIYYAH



BAB I
PENDAHULUAN

            I.              Latar Belakang Masalah  
Qawaidul fiqhiyah  (kaidah-kaidah fiqh) adalah suatu kebutuhan bagi kita semua, apalagi jika kita ingin memahami kedudukan hukum dan cara penetapan terhadap sebuah hukum yang akan di tetapkan pada sebuah permasalahan, terkadang sering sekali dalam penetapan hukum,  seorang ulama tak paham benar dengan dasar penetapannya. Dan hampir jarang sekali kita temui pembahsan kaidah-kaidah Ghairu Asassiah yang tidak di pertentangkan(40 kaidah ).
Dengan menguasai kaidah-kaidah fiqh kita akan mengetahui benang merah yang menguasai fiqh, karena kaidah fiqh itu menjadi titik temu dari masalah-masalah fiqh, dan lebih arif di dalam menerapkan fiqh dalam waktu dan tempat yang berbeda untuk kasus, adat kebiasaan, keadaan yang berlainan. Selain itu juga akan lebih moderat di dalam menyikapi masalah-masalah sosial, ekonomi, politin, budaya dan lebih mudah mencari solusi terhadap problem-problem yang terus muncul dan berkembang dalam masyarakat.

       II.    Rumusan Masalah
  1. Pandahuluan,latar belakang masalah
  2. Rumusan masalah
  3. Tujuan pembahasan
  4. Pembahasan,Menyebutkan pembagian kaidah fiqh
5.      kesimpulan
6.      daftar pustaka
III. Tujuan Pembahasan
           Makalah ini disusun utuk memenuhi tugas mata kuliah dasar hukum islam pada pasca sarjana IAINJ, dan sebagai bahan bacaan utuk mengetahui kaidah-kaidah fiqiyah yang Ghairu Asassiah (kaidah fiqih)


BAB II
PEMBAHASAN

Sebagai studi ilmu agama pada umumnya, kajian ilmu tentang kaidah-kaidah fiqh diawali dengan definisi. Di sini kami paparkan difinisi tentang qowaidul mutafaq alaih dan qowaidul mutalaf fih
1.: qowaidul mutafaq alaih yaitu qawaid yang menyeluruh yang diterima oleh madzhab-madzhab, tetapi cabang-cabang dan cakupannya lebih sedikit dari pada qawaid yang lalu. Seperti kaidah : al-Kharaju bi adh-dhaman/Hak mendapatkan hasil disebabkan oleh keharusan menanggung kerugian, dan kaidah : adh-Dharar al- Asyaddu yudfa’ bi adh-Dharar al-Akhaf/Bahaya yg lebih besar dihadapi dg bahaya yg lebih ringan. Banyak kaidah- kaidah ini masuk pada kaidah yang 5, atau masuk di bawah kaidah yg lebih umum. Kebanyakannya disebutkan di Majalah al-Ahkam al-Adliyyah. Kadang-kadang di bawah kaidah-kaidah ini masuk juga kaidah-kaidah cabang, dan kebanyakannya disepakati oleh madzhab-madzhab.
2. Al-Qawa’id al-Mukhtalaf fiha fi al-Madzhab al-Wahid, yaitu kaidah yang diperselisihkan dlm sau madzhab. Kaidah-kaidah itu diaplikasikan dlm satu furu (cabang) fiqh tidak pada furu yg lain, dan diperselisihkan dlm furu satu madzhab. Contoh, kaidah : Hal al-’Ibroh bi al-Hal aw bi al-Maal?/Apakah hukum yg dianggap itu pada waktu sekarang atau waktu nanti? Kaidah ini diperselisihkan pada madzhab Syafii. oleh karena itu pada umumnya diawali dg kata :hal/ /apakah.
Dari pengertian diatas dapat diketahui bahwa setiap kaidah fiqhiyah telah mengatur beberapa masalah fiqh dari berbagai bab. Pokok bahasan dalam qowaidul mutafaq alaih adalah 40 kaidah dalam Al-Asyba’wan Nadhor dan memfokuskan pada kaidah pertama sampai kaidah yang ke 6
Sedangkan Pokok bahasan dalam kaidah dalam Al-Asy Al-Qawa’id al-Mukhtalaf fiha fi al-Madzhab al-Wahid memfokuskan pada kaidah pertama sampai kaidah yang ke 6
                  

Qowaidul mutafaq alaih
KAIDAH YANG PERTAMA
الاجتها ذ لاىنقض ب لاجتهاذ                                                                                                                           
“Ijtihad tidak dapat di batalkan dengan ijtihad” (As-Suyuthi:71)
Makna dari ijtihad tidak dapat di batalkan dengan ijtihat ialah  ijtihad yang telah di sepakati sebelumnya tidak dapat di ganggu gugat atas ijtihat yang baru. Karena kedudukan masing-masing hasil ijtihad sama, dan karenanya masing-masing ijtihad tidak ada yang istimewa. Dan masing-masing ijtihad tidak bisa saling membatalkan.
Kaidah yang ke 2
اذا اجتمع للخلال ؤالخرام غلب الخرام                                                                                                                 

Pada kaidah itu disebutkan adanya prioritas bagi mendahulukan yang haram, ini berarti apabila ada dua dalil yang bertentangan mengenai satu masalah, ada yang menghalalkan dan ada pula yang mengharamkan, karena itu lebih ikhtiyat. (as-Suyuthi, TT: 75
Kaidah yang ke 3
الايثاربالقرب مكروه وفى غير ها محبوب
Mengutamakan orang lain dalam ibadah dimakruhkan sedang selain ibadah disenang)
  1. Sumber pengambilan qaidah
Para ahli Ushul membuat qaidah ini bersumber dari firmanTuhan:
dan mereka mengutamakan (orang muhajirin) atas diri mereka sendiri, sekalipun dalam kesusahan…
Dan sabda Rasulullah SAW:
لا يزال قوم يتأ خرون عن الصف الأول حتى يؤخرهم الله فى
النار (رواه ابوداود)
Senantiasa suatu kaum memperlambatkan dari saf awal, sehingga Allah mengakhirkan mereka, dimaukkan dalam neraka. (Rw. Abu Dawud)
Kaidah yang Ke 4
التا بع تابع
Pengikut (hukumnya) itu sebagai yang mengikuti (as-Suyuthi, TT: 81)
Kaidah yang ke 5
ثصرف الامامعلى الرعية منوط بالمصلحة
Tindakan imam terdap rakyatnya harus dikaitkan dengan kemaslahatan (as-Suyuthi, TT: 83v)
Kaidah tersebut bersumber dari perkataan Imam Syafi’I bahwa kedudukan imam 9pemimpin) terhadap rakyatnya sama halnya dengan kedudukan wali terhadap rakyatnya sama halnya dengan kedudukan wali terhadap anak yatim. Kemudian setelah ditelusuri lebih jauh ternyata ungkapan itu berasal dari qoul Umar bin Khattab yang berbunyi “sesungguhnya aku menempatkan diriku terhadap harta Allah seperti kedudukan wali terhadap anak yatim, jika aku membutuhkan maka aku mengambil daripadanya dan apabila ada sisa akan aku kembalikan dan ketika aku tidak membutuhkan niscaya aku menjauhinya.”


Kaidah yang ke 6
الحدودتسقط بالشبهات
Hukuman had gugur bila masih meragukan syubhat(as-Suyuthi, TT:84)
Had adalah hukuman yang telah ditentukan bats kadarnya karena melanggar jarimah yang merupakan hak Allah, seperti hukuman potong tangan bagi pencuri, hukuman dera atau rajam bagi penzina, dan sebaginya.
Contoh hukum yang masih syubhat adalah adaya hubungan seksual laki-laki terhadap wanita yang dikira istrinya, hubungan nikah mut’ah dimana sebagian ulama memperbolehkan sedang yang lain mengharamkan, nikah tanpa wali dimana sebagian ulama memperbolehkan sedang yang lain melarangnya, kesemuanya itu tidak dapat dijatuhkan had sebab hukumnya masih syubhat.


Kaidah yang ke 7
Al hurru layadhulul tahtal yadi ,
Orang yang merdekatidak termasuk dalam kekuasaan seseorag
Kaidah yang ke 8
Al harimu lahu hukmuma huwa harimulahu,
Perkara yang haram mempunyai perkara yang di haramkan
Kaidah yang ke 9
Idzajtamaa amrani miniinsi wahidin walam yakhtalif maksuduhuma dakhala ahaduhuma fil akhiri ghaliban,
Apabila dua dari satu jenis berkumpul serta maksud keduanya tidak berbeda maka umumnyasalah satu dari jenis itu masuk pada jenis yang satunya
Kaidah yang ke 10
I’malul kalami aula min ihmalihi,
Mengerjakan perkara lebih utama daripada memikirkannya
Kaidah yang ke 11
Al haroju biddhomani,
Jalan keluar perlu konsek wensi
Kaidah yang ke 12
Al khuruju minal khilafi mustahabbun,
Keluar dari perbedaan itu disunnahkan
Kaidah yang ke13
Addaf’u aqwa minarrof’I,
Mencegah lebih baik daripada mengobati
Kaidah yang ke 14
Ar rakhshu latanathu bilma’ashi,
Kemurahan tidak bisa di timbang dengan kemaksiatan
Kaidah yang ke 15
Ar rakhshu latanathu bissyakki,
Kemurahan tidak bisa di timbang dengan keraguan
Kaidah yang ke 16
Ar ridho bissyai’ ridho bima yatawalladu minhu,
Rela dengan sesuatu berarti rela dengan apa saja yang tibul dari sesuatu tersebut
 Kaidah yang ke 17
As sual mu’adun filjawab,
Pertanyaan di kembalikan kepada jawaban
Kaidah yang ke 18
La yansibu ila saakitin qaulun,
Perkataan tidak bisa dinisbatkan kepada orang yang diam
Kaidah yang ke 19
Ma kaana aktsaru fi’lan kaana aktsaru fadhlan,
Sesuatu yang banyak dikerjakan maka lebih banyak fadhilahnya
Kaidah yang ke 20
Al muta’addi afdholu minal qoshiri,
Menghilangkan kesulitan lebih baik dari pada mengurangi
Kaidah yang ke 21
Al fardhu afdholu minan nafli.
Kewajiban lebih utama daripada kesunnahan
Kaidah yang ke 22
Al fadhilatul muta’alliqoh binafsil ‘ibadah aula minal muta’alliqoh bimakaniha,
Keutamaan yang berhubungan dengan inti ibadahitu lebih utama dari yang berhubungan dengan tempat ibadah
 Kaidah yang ke 23
Al wajibu layatruku illa liwajibin,
Kewajiban tidak bisa gugur kecuali dengan kewajiban pula
Kaidah yang ke 24
Ma aujabaa’dhomal amraini bikhusushihi la yujibu dunahuma bi’umumihi
Sesuatu yang mewajibkan kepada dua perkara yang sama penting dengan ke khususannya maka tidaklah wajib kedua perkara tersebut dangan ke umumannya
Kaidah yang ke 25
Ma tsabata bissyar’i muqaddimun ‘ala ma wajaba bissyarthi,
Sesuatu yang tetap dengan hokum syara’ harus di dahulukan atas sesuatu yang wajib bersyarat
Kaidah yang ke 26
Ma haruma isti’maluhu haruma I’thouhu,
Sesuatu yang harom untuk dipakai, harom pula untuk diberikan
Kaidah yang ke 27
Ma haruma akhduhu  haruma I’thouhu,
Sesuatu yang harom untuk diambil, harom pula untuk diberikan
Kaidah yang ke 28
Al masyghul la yusyghal ,
Sesuatu yang sudah sulit jangan ditambah sulit
Kaidah yang ke 29
Al mukabbaru la yukabbaru,
Sesuatu yang di anggap besar jangan di tambah besar
Kaidah yang ke 30
Manis  ta’jala syai an qobla awanihi ‘uqiba bihirmanihi,
Seseorang yang mempercepat terhadap sesuatu sebelum tiba waktunya,maka terhalang sebab mempercepatnya
Kaidah yang ke 31
An naflu ausa’a hukman minal fardhi,
Kesunnahan lebih luas dari kewajiban
Kaidah yang ke 32
Al wilayatul khosshoh aqwa minal wilayatil ‘aammah,
Wilayah yang khusus lebih kuat dari wilayah yang umum
Kaidah yang ke 33
Laa ‘ibrota biddhonnil baini khothouhu,
Tidak di anggap shah dugaan yang keliru
Kaidah yang ke 34
Al isytighalu bisiwal maqshudi I’rodun ‘anil makshud,
Keibukan yang tanpa ada yang dituju ialah bertentangan dengan yang dituju
Kaidah yang ke 35
La yunkarul mukhtalafu fihi wainnama yunkarul mujma’u ‘alaihi,
tidak di ingkari sesuatu yang jadi perbedaan dan yang di ingkari hanya sesuatu yang disepakati
Kaidah yang ke 36
Yadkhulul qowiyyu ‘aladho’ifi wala ‘aksa,
yang kuat ialah masuk pada yang lemah dan tidak sebaliknya
Kaidah yang ke 37
Yughtafaru filwasaail ma layaghtafaru fil maqoshid,
Di ma’fu didalam pelantara,sesuatu yang tidak  di ma’fu dalam tujuan
Kaidah yang ke 38
Al maisuru la yasquthu bil ma’suri,
Sesuatu yang dimudahkan tidak akan hilang dengan sebab sesuatu yang di sulitkan
Kaidah yang ke 39
Ma la yaqbalut tab’id fakh tiaru ba’kdhihi kakh tiaru kullihi wa isqothu bakdhihi kaisqothi kullihi,
Perkara yang tidak menerima untuk dibagi, maka memilih sebagiannya itu seperti halnya memilih kesemuanya,dan menggugurkan sebagiannya itu seperti halnya menggugurkan kesemuanya.
Kaidah yang ke 40
Idzajtama’as sabab awil ghurur wal mubasyaratu quddimatil mubasyaratu ‘alaihima
Apabila sebab,tipuan dan melihat langsung itu berkumpul maka yang di dahulukan adalah yang melihat langsung

         Al-Qawa’id al-Mukhtalaf fiha fi al-Madzhab al-Wahid
KAIDAH YANG PERTAMA
Al jum’atu dhuhrun maqshurotun au sholatu ‘ala haliha,
Sholat jum’at itu apakah sholat dhuhur yang disingkat atau memang sudah keadannya.
Kaidah yang ke 2
Assholatu kholfal muhdis almajhulil hali idza qulna bisshihhati hal hiya sholatu jamaatijn awilfardhi
Sholat dibelakang orang yang berhadas,yang tidak diketahui kalau dia berhadas,bila kita katakana shah,apakah dianggap sholat berjamaah atau sendirian .
Kaidah yang ke 3
Qola al ashhabu man ya’malu bima yunafi filfardhi dunannafli fiawwalil fardhi autsanaihibathola fardhuhu wahal tabqi sholatuhu naflan autabthulu,
Ash habush syafi’I berkata orang mengerjakan sesuatu  yang mentiadakan kepada fardhu bukan yang sunnah,di pertamanya atau pertengahannya fardhu,maka farduan bathal,dan apakah sholatnya dalam keadaan sunnat atau batal.
Kaidah yang ke 4
Annadzru hal yuslaku bihi maslakal wajib awil jaizi,
Nadzar apakah dikerjakan seperti halnya kewajiban atau  ke jaizan.
Kaidah yang ke 5
Halil ‘ibrotu bishiyaghil ‘uqudi aubimaaniha,
Apakah yang dianggap didalam ‘aqad sighatnya atau maknanya
Kaidah yang ke 6
Al ‘ainul musta’arotu lirrahni halil mughallabu fiha janibuddhimani aujanibul ‘ariah,
Benda yang di cenderungkan untuk gaden apakah bisa mengarah kepada tanggungan atau pinjaman
Kaidah yang ke 7
Al hawalatu hal hiya bai’un awistifa un,
Hiwalah apakah bisa dikatakan jual beli atau membayar hutang
Kaidah yang ke 8
Al ibrou hal huwa isqotun au tamlikun,
Kebebasan apakah termasuk menghilangkan atau jadi kepemilikan
Kaidah yang ke 9
Al iqolatu hal hiya faskhun au bai ‘un,
Iqolah apakah termasuk menfasakh atau menjual
Kaidah yang ke 10
Asshidaqul mu ‘ayyanu fii yadizzauji qoblal qobdi hal huwa madhmunun dhomana ‘aqdin au dhomana yadin,

Kaidah yang ke 11
Attholaqur roj’iyu hal huwa yaqtho’un nikaha au la,
Tholak roj’I apakah ternasuk memutus nikah atau tidak
Kaidah yang ke 12
Addhiharu halil mughallabu fihi musyabahathut tholaq au musyabahatul yamin,
Yang dikaprahkan dalam tholak dhihar itu,apakah keserupaan dalam tholak atau dalam sumpah
Kaidah yang ke 13
Fardhul kifayati hal yataayyanu bissyuru’i am laa,
Fardhu kifayah apakah ditentukan dengan dikerjakan atau tidak.
Kaidah yang ke 14
Az zailul ‘aidu hal kalladzi lam yazil au kalladzi lam ya’ud,
Sesuatu yang hilang dan kemudian kembali apakah seperti halnya barang yang terputus atau seperti barang yang sudah tidak kembali lagi
Kaidah yang ke 15
Halil ‘ibratu bil hali awil maali,
Hukum yang dianggap apakah dalam keadaannya atau barangnya.
 Kaidah yang ke 16
Idza batholal khususuh hal yabqol ‘umumu,
Apabila ke khususan telah batal apakah tetap dalam ke umuman.
Kaidah yang ke 17
Al hamlu hal yu’tho hukmal maklumi awil majhuli,
Kandungan apakah itu diberikan kepada hukumnya sesuatu yang telah diketahui atau yang  masih belum diketahui.
Kaidah yang ke 18
An nadiru hal yul haqu bijinsihi au binafsihi,
Sesuatu yang jarang apakah disamakan dengan jenisnya sesuatu tersebut atau dengan aslinya.
Kaidah yang ke 19
Al qodiru ‘alal yaqini hal lahuul ijtihadu wal akhdzu biddhanni,
Seorang yang bisa meyakini sesuatu apakah harus berhati-hati dan mengamil dengan dugaan
Kaidah yang ke 20
Al mani’utthoriu hal huwa kal muqarin
Sesuatu yang bisa mencegah dan yang baru datng apakah seperti haknya sesuatu yang bersamaan
BAB III
KESIMPULAN

Dalam pembahasan kaidah-kaidah fiqiyah ini, setidaknya ada 20 kaidah asasiyah dan 40 kaidah pendukung, dalam pembahasan makalah saya ini saya membahas 6 kaidah yakni Ijtihad tidak dapat di batalkan dengan ijtihad Makna dari ijtihad tidak dapat di batalkan dengan ijtihat ialah  ijtihad yang telah di sepakati sebelumnya tidak dapat di ganggu gugat atas ijtihat yang baru. Karena kedudukan masing-masing hasil ijtihad sama, dan karenanya masing-masing ijtihad tidak ada yang istimewa. Dan masing-masing ijtihad tidak bisa saling membatalkan. “Ijtihad tidak dapat di batalkan dengan ijtihad”  Makna dari ijtihad tidak dapat di batalkan dengan ijtihat ialah  ijtihad yang telah di sepakati sebelumnya tidak dapat di ganggu gugat atas ijtihat yang baru. Karena kedudukan masing-masing hasil ijtihad sama, dan karenanya masing-masing ijtihad tidak ada yang istimewa. Dan masing-masing ijtihad tidak bisa saling membatalkan. Mengutamakan orang lain dalam ibadah dimakruhkan sedang selain ibadah disenangi,
Pengikut (hukumnya) itu sebagai yang mengikuti Yang dimaksud dengan qaidah ini ialah bahwa sesuatu yang sukar untuk dipisahkan dengan pokoknya. Yakni tidak perlu adanya ketentuan tersendiri. Kecuali kalau memang dikehendaki demikian. Misalnya menjual pekarangan, selama tidak ada perjanjian tersendiri, segala tumbuh-tumbuhan atau sesuatu yang berada diatas pekarangan tersebut ikut terjual, tidak usah mengadakan ikatan sendiri. Tindakan imam terdap rakyatnya harus dikaitkan dengan kemaslahatan Kaidah tersebut bersumber dari perkataan Imam Syafi’I bahwa kedudukan imam 9pemimpin) terhadap rakyatnya sama halnya dengan kedudukan wali terhadap rakyatnya. Dan yang terakhir adalah Hukuman had gugur bila masih meragukan syubhat.
Demikian lah makalah ini saya perbuat segala kesalahan adalah milik kami,idza tammal amru bada naqshuhu,dan untuk itu kami mohon kritik saran dan masukan guna perbaikan dikemudian hari

                                        

                                                                                  PENULIS
                                                                                  Syamsul arifin




\DAFTAR PUSTAKA

·  Al asybah wannadhaair ta’lif al imam jalaluddin Abdurrahman bin abi bakrin assuyuti assyafi’i     
          Abdullah Ali Husein, Al-Muqaranah Al-Tasyri’iyah. Dar al- salam, 1421 H/2001 M
·         Al-Aliyy, Al Qur’an Dan Terjemahannya, Cv. Diponegoro, Bandung :  2000
·         H.A Djazuli, Kaidah-kaidah Fikih, Kencana, Jakarta: 2006
·         Mukhtar Yahya dan Fatchur Rahman, Dasar-dasar Pembinaan Hukum Fiqh Islam”( Alma’arif, Bandung: 1986
·         Mukhtar, Kaidah-kaidah Fiqiyah, (Almaarif, Bandung:1987
      Mandhumat al faroidul bahiyah fil qowaidul fiqhiyyah lissayyid abi bakrin al ahdali al yamani as syafi’i

1 komentar:

  1. Betway Casino no deposit bonus codes 2021 - KTM Hub
    Betway is the perfect 광주 출장마사지 place to deposit and play for real money, and you can play at any of 계룡 출장마사지 the top bookmakers available 출장마사지 in the 군포 출장안마 UK. They have a 군산 출장안마 wide range

    BalasHapus