Sabtu, 19 Juli 2014

assunnah sebagai sumberhukum

KEDUDUKAN AS SUNNAH SEBAGAI SUMBER HUKUM


I.  PENDAHULUAN
           
1. Definisi Assunnah
            Assunnah menurut arti bahasa ialah jalan yang diikuti, baik maupun jelek. Arti ini sesuai dengan firman Allah SWT :سنة من أرسلنا قبلك  مِن رسلنا
Firman Allah SWT : “ Jalannya orang yang aku utus sebelum kamu dari para utusan-Ku

 من سن سنة حسنة فله أجرها وأجر من عمل بها إلى يوم Dan sabda Nabi SAW: القيامة . ومن سنّ سنة سيئة فعليه وِزرها ووزرمن عمل بها إلى يوم القيامة
Sabda Nabi SAW :  “Barangsiapa yang berjalan di jalan kebaikan, maka ia akan mendapat pahala dan pahalanya orang yang melakukan perjalanan baik itu hingga hari kiamat. Dan barangsiapa yang berjalan dijalan keburukan, maka ia akan  mendapat dosa dan dosanya orang yang melakukan perjalanan buruk itu hingga hari kiamat “.[1]
           
            Menurut ahli Ushul Fiqh mendefiniskan Assunnah secara terminologis ialah Segala sesuatu yang bersumber adri Nabi Muhammad SAW selain Al Qur’anul Karim, baik berupa perkataan, perbuatan, atau taqrir yang dapat dijadikan sebagai dasar menetapkan hukum syara’.[2]
            Perbedaan Assunnah dengan Al Hadits, bahwa Al Hadits secara arti bahasa adalah dhiddul qadim atau kebalikan dari kuno atau sesuatu yang baru.
             Sedangkan menurut istilah menurut ulama’ hadits yaitu “ma udhifa ilan nabiyyi saw min qaulin au fi’lin au taqrirn au shifatin.”  atau sessuatu yang di sandarkan terrhadap nabi muhammad saw berupa perkataan, perbuatan, ketetapan atau sifat ke inginan nabi.[3]
            Dari pengertian Assunnah dan AlHadits tersebut di atas, setidaknya ada satu pertanyaan penting yang akan dijadikan kajian lebih mendalam dalam makalah ini, yaitu: Mungkinkah Assunah menjadi dasar-dasar menetapkan hukum atau Syari’at Islam ? Bagaimana kedudukan atau  fungsi Assunah dalam menetapkan suatu Hukum Islam.

II.  MACAM-MACAM ASSUNNAH
           
            Assunnah ada empat macam, yaitu :
1.  Sunnah Qauliyah (Sunnah yang bangsa ucapan), yaitu Hadits-Hadits atau berita-berita yang diucapkan Rasulullah SAW dalam berbagai topik, tujuan dan dalam keadaan yang berlainan, seperti sabda Nabi: “huwa atthuru ma uhul hallu maitatuhu’’(laut itu suci airnya,halal bangkainya).
2.  Sunnah Fi’liyah (Sunnah yang bangsa perbuatan Rasulullah SAW), seperti perbuatan Rasulullah dalam melaksanakan shalat lima waktu, ibadah haji, zakat dan ibadah-ibdah lainnya dalam segala bentuk dan rukunnya.
3.  Sunnah Taqririyah (ketetapan / pengakuan Rasulullah SAW terhadap segala ucapan atau perbuatan para sahabatnya), seperti Hadits tentang Mu’adz bin Jabal yang diutus Rasulullah SAW ke negeri Yaman. Rasulullah SAW bertanya: ”Dengan apa kamu akan memutuskan suatu perkara  (terhadap kaum di negeri Yaman) ? ”. Mu’adz menjawab: Dengan Kitabullah (Al Qur’an), jika saya tidak mendapatkan, dengan Sunnah Rasul, jika tidak mendapatkan juga, maka berijtihad sesuai dengan pendapatku”. Rasulullah SAW menyetujui pendapat Mu’adz bin Jabal ini dengan sabdanya : ” Segala puji bagi Allah yang telah memberi Taufiq kepada utusan-Nya sesuai dengan apa yang Allah dan Rasul-Nya Ridlo’i”. Kemudian Hadits ini yang menjadi dasar kuat, bahwa Assunnah atau Al Hadits dapat menjadi sumber hukum Islam otentik ke dua setelah Al Qur’an dengan segala fungsi dan kedudukannya.
4.  Sunnah Hammiyah, yaitu keinginan Nabi Muhammad SAW untuk melakukan suatu hal, seperti keinginan untuk berpuasa pada tanggal 9 Muharrom[4]

III.  KORELASI ASSUNNAH KEPADA AL QUR’AN

          Korelasi atau hubungan assunnah dengan Al-Qur’an, As-Sunnah berfungsi sebagai penafsir, pensyarah, dan penjelas daripada ayat-ayat tertentu. Apabila disimpulkan tentang fungsi As-Sunnah dalam hubungan dengan Al-Qur’an itu adalah sebagai berikut :
         1.  Bayan Tafsir
yaitu menerangkan ayat-ayat yang sangat umum, mujmal dan musytarak. Seperti hadits : “Shallu kamaa ro-aitumuni ushalli” (Shalatlah kamu sebagaimana kamu melihatku shalat) adalah merupakan tafsiran daripada ayat Al-Qur’an yang umum, yaitu : “Aqimush-shalah” (Kerjakan shalat). Demikian pula hadits: “Khudzu ‘anni manasikakum” (Ambillah dariku perbuatan hajiku) adalah tafsir dari ayat Al-Qur’an “Waatimmulhajja” ( Dan sempurnakanlah hajimu ).
2.      Bayan Taqrir,
yaitu As-Sunnah berfungsi untuk memperkokoh dan memperkuat pernyataan Al-Qur’an. Seperti hadits yang berbunyi: “Shoumu liru’yatihiwafthiru liru’yatihi” (Berpuasalah karena melihat bulan dan berbukalah karena melihatnya) adalah memperkokoh ayat Al-Qur’an dalam surat Al-Baqarah : 185.
3.      Bayan Taudhih,
yaitu menerangkan maksud dan tujuan sesuatu ayat Al-Qur’an, seperti pernyataan Nabi : “Allah tidak mewajibkan zakat melainkan supaya menjadi baik harta-hartamu yang sudah dizakati”, adalah taudhih (penjelasan) terhadap ayat Al-Qur’an dalam surat at-Taubah: 34, yang artinya sebagai berikut : “Dan orang-orang yang menyimpan mas dan perak kemudian tidak membelanjakannya dijalan Allah maka gembirakanlah mereka dengan azab yang pedih”. Pada waktu ayat ini turun banyak para sahabat yang merasa berat untuk melaksanakan perintah ini, maka mereka bertanya kepada Nabi yang kemudian dijawab dengan hadits tersebut.[5]

IV. KEHUJJAHAN ASSUNAH

            Kehujjahan Assunah atau argumentasi otentik bahwa Assunnah dengan sanad atau riwayat yang sahih yang dimaksudkan untuk tasyari’ datang dari kesepakatan para Ulama. Assunnah dapat dijadikan hujjah dan hukum Islam bagi umat Islam. Artinya hukum-hukum yang datang dari Sunnah-Sunnah Rasululllah SAW dapat didijadikan undang-undang syari’at yang wajib diikuti.
            Dalil kehujjahan Assunnah bersumber dari Al Qur’an, seperti firman Allah :
“qul athi ‘ullaha warrasul”dan firman allah”man yuthi’ur rasulu faqad atha allah” dan firman allah “wama atakumurrasulu fakhu dzuhu wama nahakumurrasulu fan tahuhu’’.
            Dalil kedua bersumber dari Hadits-Hadits Nabi SAW yang menetapkan bahwa Assunnah adalah sama dengan Al Qur’an sebagai sumber hukum Islam kedua yang hukumnya wajib bagi kaum muslimin mengikuti dan mengamalkannya, seperti yang diterangkan di atas dalam Hadits shahih riwayat Mu’adz bin Jabal.(apa bila dalam menghukumi satu perkara saya tidak menemukan dalam al-qur’an maka saya meng hukuminya menggunakan as-sunnah). Di samping itu dalil-dalil yang diterangkan Al Qur’an atau Al Hadits, juga telah menjadi ijma’ (kesepakatan sahabat) akan wajibnya mengikuti dan  mengamalkan Assunnah. Mereka harus taat pada Allah dan Rasul-Nya, sebagaimana dalam firman Allah QS. Annisa’: 29, 8, Al Hasyer: 7 dan Al Ahzab: 36
            Sedangkan kedudukan Assunnah menurut ahli Ushul Fiqh yang telah disepakati ummat Islam adalah sebagai sumber hukum syara’ dan tuntunan. Hal itu, hingga sekarang sanadnya shohih yang mendatangkan suatu kepastian, keyakinan kebenarannya sehingga dapat menjadi hujjah (argumentasi hukum yang kuat) dalam membentuk hukum syara’ setelah Al Qur’an.[6]
  

V.  KESIMPULAN

            Dari pembahasan di atas, kami dapat menyimpulkan bahwa :
1.      Assunnah adalah suatu ucapan, perbuatan dan ketetapan Nabi SAW dan menjadi dalil hukum syara’
2.       Assunnah ditinjau dari segi kedudukannya sebagai sumber hukum kedua setelah Al Qur’an ada empat macam, yaitu : Sunnah Qauliyah, Fi’liyah, Taqririyah dan Hammiyah
3.      Para Ulama sepakat, bahwa Assunnah sebagai sumber hukum Islam ke dua setelah Al Qur’annul Karim yang wajib diikuti dan diamalkan oleh setiap umat manusia dengan alasan sandnya shahih dan diyakini kebenarannya hingga sekarang.
4      Korelasi Assunnah kepada Al Qur’an sebagai Bayan Tafsir, Taqrir danTaudhih.

VI
PENUTUP

            Demikian makalah ini kami susun dengan sangat sederhana dan jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kami senantiasa mengharapkan kritik, saran dan masukan dari para pembaca demi bertambahnya pengetahuan kami dibidang ini karena
 “idza tammal amru bada  naqshuhu”
            Akhirnya, kami memohon kepada Allah SWT, semoga apa yang kami lakukan ini memperoleh barokah dan ridlo-Nya. Amin !



[1] Usul fiqh metodologi hukum islam  Prof.DRS. JAZULI

[2] ‘lmu ushulul fiqh mu’allif ‘Abdul Wahab Khallaf 36 maktabah darul ilm
[3]  MANNA’UL QATTAN.mabaa hits fi ‘ulumil qur’an 34 thubi’’lanafqoti maktabati wa mathbaati al-hidayah surabaya.
[4]  Ilmu ushulul fiqh mu’allif abdul wahab khallaf 36 darul ilm dan Ushul Fiqh, Metodologi Hukum Islam. Prof. Drs. Djazuli
[5]. Ilmu ushulul fiqh mu’allif abdul wahab khallaf 39 darul ilm dan Faridl, Miftah, (2001), As-Sunnah Sumber Hukum Islam Yang Kedua, Bandung: Pustaka
[6]  Ilmu ushulul fiqh mu’allif abdul wahab khallaf 37 daru lilm